Kekacauan panggilan semacam ini, dalam keluarga masyarakat Jawa tidak akan terjadi. Karena mulai dari titik diri kita sendiri, seluruh garis keturunan sepuluh keatas dan sepuluh kebawah, semuanya memiliki istilah panggilannya.
Kita mulai ke atas, ayah kita dipanggil “bapak”. Ayahnya bapak adalah “embah”, kemudian naik terus ketas berturut-turut adalah “buyut”, “canggah”, “wareng”’ “udeg-udeg”, gantung siwur”, “gropak sente”, “debog bosok”, “dan paling akhir nomor sepuluh “galih asem”.
Kalau kita telusuri kebawah, putra kita dipanggil dengan istilah “anak”, anaknya-anak dikenal sebagai “putu”, kemudian berturut-turut kebawah menjadi “buyut”, “canggah”, “wareng”’ “udeg-udeg”, gantung siwur”, “gropak sente”, “debog bosok”, dan keturunan kita ke sepuluh nantinya namanya adalah “galih asem”.
Melihat peristilahan ini, bisa terlihat, sejak keturunan ketiga, keatas dan kebawah, nama panggilan yang digunakan adalah persis sama. Kemungkinan keduanya ketemu muka memang sangat jarang sekali terjadi, meskipun hal itu bisa saja terjadi, yang satu telah sangat pikun dan yang lain masih bayi.
Untuk ini pemecahannya dalam mencegah kekeliruan adalah, yang seorang dipanggil “embah buyut” yang lain dipanggil “putu buyut”.
Lantas bagaimana kita memanggil keturunan diatas (atau dibawah) sepuluh?. Nampaknya, lebih dari sepuluh, sudah demikian jaunya sehingga tidak diperlukan istilah penamaan tersendiri. Karena kalau umur seorang saja masing-masing 40 tahun. Berati sudah 400 tahun atau empat abad yang silam (atau yang akan datang). Sesuatu yang sudah sangat sayup untuk dikenang.
Kita mulai ke atas, ayah kita dipanggil “bapak”. Ayahnya bapak adalah “embah”, kemudian naik terus ketas berturut-turut adalah “buyut”, “canggah”, “wareng”’ “udeg-udeg”, gantung siwur”, “gropak sente”, “debog bosok”, “dan paling akhir nomor sepuluh “galih asem”.
Kalau kita telusuri kebawah, putra kita dipanggil dengan istilah “anak”, anaknya-anak dikenal sebagai “putu”, kemudian berturut-turut kebawah menjadi “buyut”, “canggah”, “wareng”’ “udeg-udeg”, gantung siwur”, “gropak sente”, “debog bosok”, dan keturunan kita ke sepuluh nantinya namanya adalah “galih asem”.
Melihat peristilahan ini, bisa terlihat, sejak keturunan ketiga, keatas dan kebawah, nama panggilan yang digunakan adalah persis sama. Kemungkinan keduanya ketemu muka memang sangat jarang sekali terjadi, meskipun hal itu bisa saja terjadi, yang satu telah sangat pikun dan yang lain masih bayi.
Untuk ini pemecahannya dalam mencegah kekeliruan adalah, yang seorang dipanggil “embah buyut” yang lain dipanggil “putu buyut”.
Lantas bagaimana kita memanggil keturunan diatas (atau dibawah) sepuluh?. Nampaknya, lebih dari sepuluh, sudah demikian jaunya sehingga tidak diperlukan istilah penamaan tersendiri. Karena kalau umur seorang saja masing-masing 40 tahun. Berati sudah 400 tahun atau empat abad yang silam (atau yang akan datang). Sesuatu yang sudah sangat sayup untuk dikenang.
14 Desember 2012 pukul 07.29
sangat bermanfaat, apalagi dalam kehidupan yg seba “modern“ katanya, istilah-istilah semacam ini sudah jarang digunakan dan salah kaprah.... ada cucu manggil mbahnya dengan sebutan mama, namun ada pula anak yg memanggil pamannya dengan sebutan mas/mbak, karena alasan perbedaan umur yg tidak tetlalu jauh katanya.... makanya setelah saya menemukan artikel ini, saya bisa mndapat referensi baru untuk mengajarkan silsilah kepada anak-saya kelak....
21 Januari 2022 pukul 11.23
Golden Nugget Online Casino
Golden Nugget Online Casino is leovegas one of the fastest growing gambling online casinos in the United States. With 메리트카지노 over 550 games to choose from and a $1,000 cash william hill
Posting Komentar